Ada hadits yang berbunyi bahwa,
“salah satu golongan yang diberi naungan oleh Allah pada hari kiamat yaitu
seorang pemuda yang tumbuh dalam ketaatan beribadah kepada Rabbnya. Pemuda yang
tidak silau oleh gemerlapnya dunia. Pemuda yang memiliki cita-cita setinggi
bintang di langit dan berjuang keras menggapai surga”. Namun, realita tidak
seindah yang dikira. Banyak pemuda seperti kita yang justru hanyut dalam arus
kerusakan dan penyimpangan. Bukan hanya masalah narkotika, tawuran, atau
pergaulan bebas. Lebih daripada itu, kerusakan yang menimpa para pemuda juga
telah menyerang aspek-aspek fundamental dalam agama. Oleh sebab itu, perlu kesadaran dari semua
pihak untuk ikut menjaga tunas-tunas bangsa agar tumbuh di atas jalan yang
lurus, jalan yang diridhai Allah Ta’ala.
Dunia mahasiswa tidak sama dengan
dunia SMA. Kebebasan dalam masa mahasiswa seperti kita lebih besar dan lebih
kuat daripada kebebasan di masa SMA. Bebas bukan saja dalam hal seragam, tetapi
lebih daripada itu bebas menentukan prioritas dan jadwal kegiatan sehari-hari
untuk diri kita sendiri. Salah satu tanda bahwa kita mulai menapaki jalan
hidupnya yang baru “mahasisw” adalah ketika kita memilih dengan siapa kita
berteman dan mengambil nasihat dan arahan. Bisa jadi kita di kala SMA rajin ikut kegiatan rohis kemudian
berubah drastis setelah mencium aroma kebebasan yang ada di masa perkuliahan.
Shalat berjamaah di masjid pun mulai di tinggalkan. Menghadiri pengajian pun
seolah menjadi beban dan momok dalam aktifitas keseharian. Al-Qur’an pun
ditinggalkan, tidak dibaca atau direnungkan. Di sisi lain, ada juga anak-anak
muda seperti kita yang kembali menemukan taman-taman surga di majelis ilmu
agama. Mereka menjumpai nasihat-nasihat indah dan peringatan untuk jiwanya agar
tidak terlena oleh gemerlapnya dunia. Di situlah, kita harus mencari jalan
untuk menghimpun bekal menuju surga. Allah
berfirman (yang artinya) di surat Al-’Ashr: 1-3,
Yang artinya “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu
benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal
salih, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati untuk menetapi
kesabaran.”
Sehingga sangat penting untuk
mengetahui ilmu agama agar dapat menjadi perisai jiwa kita. Mahasiswa yang baik
bukan hanya yang peduli dengan indeks prestasi dan nilai kuliahnya. Lebih
daripada itu, mahasiswa yang baik adalah yang senantiasa menimba ilmu agama.
Ilmu Al-Qur’an dan As Sunnah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, maka Allah akan
pahamkan dia dalam hal agama.” (HR. Bukhari dan Muslim). Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Barangsiapa yang menempuh jalan dalam rangka
mencari ilmu (agama) maka Allah akan memudahkan untuknya jalan menuju surga.”
(HR. Muslim). Oleh sebab itu besar sekali kebutuhan kita terhadap ilmu. Karena
ilmu akan menyirami hati kita, meneranginya dengan kebenaran, memuliakannya
dengan keimanan, dan tetap beribada kepada Allah. Allah berfirman di surat
Adz-Dzariyat: 56
وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
(yang artinya), “Tidaklah Aku ciptakan jindan manusia
melainkan supaya beribadah kepada-Ku”.
Jangan mengira bahwa ibadah terbatas pada sholat dan
puasa, atau berzakat dan naik haji. Ibadah itu luas, mencakup segala ketaatan
kepada Allah dan Rasul-Nya. Segala ucapan dan perbuatan serta keyakinan yang
dicintai dan diridhai Allah, maka itu adalah ibadah. Bahkan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dan yang paling rendah -dari cabang
iman- itu adalah menyingkirkan gangguan dari jalan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hal ini menunjukkan kepada kita, bahwa ibadah kepada Allah bisa kita lakukan dimanapun
dan kapanpun. Bukan hanya di masjid, di pesantren, di bulan Ramadhan, atau di
tanah suci. Bahkan, ibadah bisa dilakukan di rumah dengan mengerjakan shalat
sunnah, dengan berbakti kepada orang tua, dengan mendengarkan lantunan murottal
Al-Qur’an, berdzikir, dan lain sebagainya. Ibadah juga bisa kita lakukan ketika
berada di kampus, dengan menghormati orang-orang yang lebih tua, menyayangi
yang lebih muda, menebarkan salam, menundukkan pandangan dari lawan jenis,
tidak berdua-duaan dengan wanita bukan mahram, dsb. Dengan demikian, kita
sebagai mahasiswa muslim akan mengarungi lautan ibadah dalam hidup, dari satu
ketaatan menuju ketaatan yang lain, dari satu amalan menuju amalan yang lain.
Sepanjang hayat dikandung badan maka selama itu pula kita tunduk kepada
Ar-Rahman.
Sumber : Ari Wahyudi, Ssi. 27 June 2015
0 komentar:
Posting Komentar