Selasa, 19 Mei 2015
Jumat, 08 Mei 2015
Matriks Mathematics Olympiad (MMO) 2015: Agenda Besar HMJ Matriks
Matriks Mathematics Olympiad
atau seringkali disingkat menjadi MMO adalah Olimpiade Matematika yang
diselenggarakan oleh HMJ Matriks. Tahun ini, MMO akan diselenggarakan pada
tanggal 22 Maret 2015 serta dilaksanakan serentak di 13 rayon. Peserta MMO 2015
terdiri dari jenjang SD, SMP, dan SMA atau sederajat. Kegiatan ini bertujuan untuk menyaring
bibit-bibit terbaik dalam bidang matematika dan dapat meraih juara pada
olimpiade matematika berikutnya yang diselenggarakan oleh IKAHIMATIKA tingkat nasional.
Matriks
Mathematics Olympiad 2015 ini sedikit berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
Selain tingkat rayon yang semakin meluas yakni se-Jawa Timur dan Bali, dari
peserta pun ditambah menjadi jenjang SD, SMP, dan SMA atau sederajat. Babak
penyisihannya sendiri akan dilaksanakan pada tanggal 22 Maret 2015, serentak di
13 rayon. Pada babak penyisihan ini nantinya akan dipilih 5 peserta dari setiap
rayon dengan nilai tertinggi dari masing-masing jenjang untuk melanjutkan ke
babak semifinal yang akan dilaksanakan pada tanggal 28 Maret 2015 di Universitas
Muhammadiyah Malang.
Babak final MMO 2015 juga
dilaksanakan pada tanggal 26 April 2015. Dari babak semifinal, akan dipilih 30%
dari seluruh total peserta dari tiap jenjang untuk melanjutkan ke babak final.
Pada babak final, hanya ada dua soal penalaran yang harus dikerjakan oleh
peserta lalu dilanjutkan dengan presentasi untuk menjelaskan jawaban dari soal
tersebut.
Tingkat kesulitan soal-soal pada MMO
2015 ini dinilai naik satu level dari tahun-tahun sebelumnya. Tim penyusun soal
MMO 2015 mengaku bahwa mereka sedikit kesulitan dalam menyusun soal-soal
olimpiade ini,”Banyak soal-soal yang sudah kita buat, tapi saat dikonsultasikan
kepada dosen pembimbing, malah dicoret semua. Jadi ya kita buat soal lagi,”
ujar Mar’atus Solikhah koordinator tim penyusun soal. Tapi, dibalik naiknya
tingkat kesulitan soal MMO 2015 ini akan melahirkan the real winner.
Seluruh panitia MMO 2015 saat ini
tengah gencar melakukan publikasi baik secara online maupun offline. 1600
leaflet telah disebar ke seluruh rayon, dan blog hmj-matriks-umm.blogspot.com
yang sempat vakum selama beberapa minggu pun kini mulai aktif kembali dengan
adanya artikel-artikel dan revisi peraturan MMO 2015. Apalagi, ditambah dengan
pendaftaran MMO 2015 yang dilakukan secara online, membuat tim pubdekdok harus
bekerja keras. Namun, dibalik kerja keras dari seluruh panitia MMO 2015,
tersirat harapan bahwa MMO 2015 ini harus mendulang sukses dan dapat melahirkan
generasi yang berkompeten dalam matematika. Mathematics
Is Your Success Key, Get It! (IMN)
Refleksi: Sudahkah Pendidikan Inklusi Berjalan Optimal?
Sangat bersyukur jika pendidikan
inklusi sudah diterapkan hampir merata bukan di Pulau Jawa saja, di
daerah-daerah luar Jawa pun juga sudah mulai menerapkan. Hal ini menunjukkan
bahwa pemerintah telah menjalankan kewajibannya untuk memberikan pelayanan pendidikan
yang bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang
memiliki perbedaan dalam kemampuan (difabel), sesuai dengan UUD 1945 pasal 31
(1) mengatakan bahwa “tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan
pengajaran”. Walaupun dalam pelaksanaannya berjalan kurang lancar karena terbatasnya
pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh para guru sekolah inklusi
menunjukkan betapa sistem pendidikan inklusi belum benar – benar dipersiapkan
dengan baik. Apalagi sistem kurikulum pendidikan umum yang ada sekarang memang
belum mengakomodasi keberadaan anak – anak yang memiliki perbedaan kemampuan
(difabel). Sehingga sepertinya program pendidikan inklusi hanya terkesan
program eksperimental. Namun, disamping itu semua pemerintah sudah mencoba menghilangkan
hambatan-hambatan penderita difabel untuk berkembang, sesuai dengan hakikat
pendidikan inklusi itu sendiri yaitu pelayanan pendidikan anak berkebutuhan
khusus yang dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan
potensi yang dimilikinya.
Pendidikan inklusi di Indonesia ini akan lebih baik
dan berjalan secara optimal jika pemerintah menyiapkan terlebih dahulu segala
sesuatu yang dapat menunjang lancarnya pendidikan inklusi tersebut, baik itu
berupa sarana dan prasarana maupun tenaga pendidik yang sudah dibekali dengan
pendidikan khusus untuk mengajar ABK. Namun, yang masih menjadi pertanyaan pada
benak saya adalah, sudahkah pendidikan inklusi di Indonesia berjalan optimal
dan sesuai dengan ketentuan pemerintah? Atau mungkinkah pendidikan inklusi yang
terlihat berkembang ini hanya pencintraan dari institusi tertentu saja agar
mendapat simpati dari masyarakat, tetapi pada realitanya sarana dan prasaranya
begitu kurang? Inilah fungsi masyarakat sebagai pengontrol kinerja pemerintah dalam
menjalankan pendidikan inklusi, kita harus turut berperan aktif mendukung
adanya program pendidikan inklusi ini. Berangkat dari hal-hal kecil saja
semisal tidak mengolok mereka yang termasuk dalam ABK, dan ikut memberi
motivasi agar para ABK merasa dirinya tetap dibutuhkan oleh masyarakat serta
lingkungannya. Sudah menjadi suatu keharusan bagi masyarakat untuk mengetahui
hakikat pendidikan yakni, memanusiakan manusia. Oleh karena itu, masyarakat
sebisa mungkin menghargai usaha mereka (para ABK) yang mau berjuang untuk
menuntut ilmu, dan untuk institusi tempat mereka belajar, berusahalah
memberikan fasilitas yang sesuai dengan apa yang mereka butuhkan, begitu pula
dengan pemerintah, siapkan sarana-prasarana yang memang dibutuhkan untuk
menunjang proses pembelajaran para ABK, bukan malah mempersulit proses
pelengkapannya. Ketiga komponen ini memang harus saling bekerja sama guna
terciptanya pendidikan inklusi yang optimal.
Kilas Balik Pendidikan di Indonesia
Pendidikan
merupakan salah satu tonggak kemajuan bangsa. Pendidikan diharapkan menjadi
wadah untuk mencetak generasi penerus bangsa yang dapat membawa Indonesia untuk
bersaing dengan negara maju lainnya di dunia. Namun, untuk mencetak generasi
penerus bangsa yang berkualitas tidak semudah membalik telapak tangan. Begitu
banyak rintangan dan banyak perbaikan sana-sini untuk mencapai tujuan utama.
Masalah
utama dari pendidikan di Indonesia yang hingga saat ini masih belum dapat
diatasi adalah masalah pemerataan pendidikan, masalah mutu pendidikan, masalah
efisiensi pendidikan, dan masalah relevansi pendidikan.
1.
Masalah Pemerataan Pendidikan
Pendidikan di Indonesia masih
belum bisa memberikan kesempatan kepada seluruh anak negeri untuk mendapatkan
pendidikan yang setara. Tidak usah kita mencari contoh yang jauh, cukup yang
dekat daja semisal di Malang. Kota Malang dengan segala fasilitasnya dan
dipandang lebih maju dari kota-kota kecil lainnya (seperti Probolinggo dan
Pasuruan), ternyata masih memiliki sekolah yang tidak terawat, tidak memiliki
fasilitas lebih, dan siswa-siswanya yang masih tidak mengenakan sepatu.
Padahal, lokasi sekolah cukup dekat dengan pusat kota. Miris bukan? Hal inilah
yang masih menjadi masalah krusial bangsa Indonesia. Padahal, sudah tertulis di
undang-undang bab XI, pasal 17 bahwa “Setiap
Indonesia rnempunyai hak yang sama untuk diterima menjadi
murid suatu sekolah jika syarar-syarat yang ditetapkan untuk pendidikan dan
pengajaran pada sekolah itu dipenuhi.”
Masalah
pemerataan pendidikan dipandang penting bagi anak-anak, agar mereka dapat
mengenyam bangku sekolah dasar. Karena dari sekolah dasarlah mereka mendapatkan
kemampuan membaca, menulis dan menghitung sehingga mereka dapat mengikuti
perkembangan informasi maupun teknologi yang semakin dinamis.
2.
Masalah Mutu Pendidikan
Mutu
pendidikan akan dipermasalahkan jika pendidikan belum mencapai hasil yang
diharapkan. Penetapan mutu hasil pendidikan pertama dilakukan oleh lembaga
penghasil sebagai produsen tenaga terhadap calon luaran, dengan sistem
sertifikasi. Selanjutnya jika luaran rersebut terjun ke lapangan kerja
penilaian dilakukan oleh lembaga pemakai sebagai konsumen tenaga dengan sistem
tes unjuk kerja.
Pada akhirnya, mutu pendidikan
dilihat dari kualitas keluarannya. Hingga saat ini, untuk mengukur kualitas
output, pendidikan Indonesia masih mengasosiasikannya dengan hasil belajar
seperti Ujian Nasional, SBMPTN, SIPENMARU, dsb. Nilai-nilai tersebut masih
digunakan untuk menggambarkan hasil pendidikan Indonesia.
Padahal, jika Indonesia masih
menerapkan hasil belajar sebagai tolak ukur kualitas outputnya, maka cenderung
orang-orang akan terfokus kepada nilainya sehingga mereka dapat melakukan
berbagai cara agar hasil belajar mereka menjadi terlihat cemerlang. Ini sama
halnya dengan memikirkan kuantitas daripada kualitas. Mengapa? Iya jelas karena
mereka mau melakukan apapun demi hasil belajar mereka menjadi yang terbaik.
Sebagai contoh saja, sudah menjadi rahasia umum bahwa pada pelaksanaan Ujian
Nasional terdapat beberapa oknum yang menjual kunci jawaban Ujian Nasional
kepada siswa, bahkan kepada guru. Hal ini mereka lakukan agar nilai Ujian
Nasional mereka menjadi yang terbaik. Untuk sekolah yang rela melakukan
transaksi jual beli kunci jawaban ini, semata untuk menjaga akreditasi sekolah
agar tidak turun.
Inilah yang harus segera
ditindak lanjuti. Bukan hanya menindak lanjuti para oknum-oknum penjual kunci
jawaban, tetapi juga menindak lanjuti sistem pengukuran kualitas output
pendidikannya.
3.
Masalah
Efisiensi Pendidikan
Masalah efisiensi pendidikan mempersoalkan
bagaimana suatu system pendidikan mendayagunakan sumber daya yang ada untuk
mencapai tujuan pendidikan. Jika penggunaannya hemat dan tepat sasaran
dikatakan efisiennya tinggi. Jika terjadi yang sebaliknya, efisiensi tensinya
berartl rendah.
Beberapa masalah efisiensi pendidikan yang penting ialah :
a. Bagaimana tenaga kependidikan difungsikan.
b. Bagaimana sarana dan prasarana kependidikan difungsikan.
c. Bagaimana pendidikan diselenggarakan.
d. Masalah efisiensi dalam memfungsikan tenaga.
Beberapa masalah efisiensi pendidikan yang penting ialah :
a. Bagaimana tenaga kependidikan difungsikan.
b. Bagaimana sarana dan prasarana kependidikan difungsikan.
c. Bagaimana pendidikan diselenggarakan.
d. Masalah efisiensi dalam memfungsikan tenaga.
4.
Masalah
Relevansi Pendidikan
Masalah
relevansi pendidikan mencakup seberapa jauh pendidikan memberikan sumbangsih
terhadap pembangunan negara. Sebenarnya kriteria
relevansi seperti dinyatakan tersebut cukup ideal jika dikaitkan dengan kondisi
sistem pendidikan pada umumnya dan gambaran tentang kerjaan yang ada antara
lain sebagai berikut :
·
Status lembaga
pendidikan sendiri masih bermacam – macam kualitasnya.
·
Sistem
pendidikan tidak pernah menghasilkan iuran siap pakai. Yang ada ialah sikap
kembang
·
Peta kebutuhan
tenaga kerja dengan persyaratan yang dapat digunakan sebagai pedoman oleh
lembaga – lembaga pendidikan untuk menyusun programnya tidak tersedia.
Dari keempat macam masalah pendidikan
tersebut masing – masing dikatakan teratasi jika pendidikan :
·
Dapat menyediakan
kesempatan pemerataan belajar, artinya: Semua warga negara yang butuh
pendidikan dapat ditampung dalam suatu satuan pendidikan.
·
Dapat mencapai
hasil yang bermutu, artinya: Perencanaan, pemrosesan pendidikan dapat mencapai
hasil sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.
·
Dapat
terlaksana secara efisien, artinya: Pemrosesan pendidikan sesuai dengan
rancangan dan tujuan yang ditulis dalam rancangan.
·
Produknya yang
bermutu tersebut relevan, artinya: Hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan pembangunan.
Langganan:
Postingan (Atom)